Jumat, 28 Desember 2012

Kasus Bakrie Life dan Inovasi Produk Asuransi Hibrida

Perusahaan industri jasa keuangan di Indonesia, termasuk perusahaan asuransi, saat ini mulai banyak yang melakukan terobosan pemasaran dengan menciptakan produk hibrida atau produk campuran, misalnya produk perbankan (deposito) digabung dengan produk asuransi jiwa. Produk hibrida ini diharapkan dapat mendatangkan manfaat ganda bagi nasabah yaitu mendapatkan bunga deposito sekaligus proteksi asuransi jiwa.
Perbankan di Indonesia memang belum ada yang menjadi universal banking di mana produk-produknya merupakan produk hibrida antara produk bank dan lembaga keuangan lain. Bank di Indonesia mayoritas masih berupa bank komersial (commercial banking) dan jika pun terdapat produk hibrida, jumlahnya masih sedikit dibandingkan dana di sektor perbankan. Sementara universal banking, yang banyak terdapat di Eropa dan juga di Jepang, membolehkan bank melakukan kegiatan usaha keuangan non-bank seperti investment banking dan asuransi. (Wulan Tunjung Palupi, 2009).
Di samping munculnya fenomena produk hibrida di sektor jasa keuangan, saat ini juga banyak dijumpai pola keterkaitan antar lembaga keuangan dalam bentuk kerjasama pemasaran produk keuangan. Produk investasi reksadana dan obligasi, selain ditawarkan di pasar modal, juga ditawarkan melalui perbankan. Dalam kasus semacam ini, perbankan hanya berperan sebagai agen penjual yang tidak ikut menanggung risiko kerugian. Pola kerjasama semacam ini tetap membutuhkan pengawasan agar tidak terjadi penyelewengan seperti pada kasus Bank Century dan Antaboga Sekuritas. Koordinasi pengawasan yang baik antara Bank Indonesia dengan Bapepam-LK sangat dibutuhkan untuk tetap menjaga kepercayaan masyarakat terhadap produk jasa keuangan. Kecenderungan munculnya produk hibrida dan semangat kerjasama di antara perusahaan jasa keuangan tampaknya akan semakin meningkat di masa mendatang, sehingga hal tersebut memunculkan wacana tentang perlunya membentuk lembaga pengawas sektor keuangan yang bersifat superbody, independen, dan terintegrasi.
Kecenderungan munculnya produk hibrida di sektor jasa keuangan di Indonesia sebenarnya lebih banyak mengikuti tren yang ada di negara maju. Fenomena semacam ini dapat berdampak positif atau negatif tergantung cara kita menyikapinya. Penerbitan produk hibrida di sektor jasa keuangan, jika dikelola dengan baik dan benar, dapat meningkatkan gairah dan partisipasi masyarakat secara signifikan untuk membeli produk-produk jasa keuangan. Di lain pihak, jika tidak diiringi dengan pengawasan yang memadai, akan dapat memunculkan dampak negatif seperti yang terjadi dalam kasus Bank Century dan Antaboga Sekuritas, serta kasus gagal bayar yang menimpa PT Asuransi Jiwa Bakrie atau yang dikenal sebagai Kasus Bakrie Life.
Kasus Bakrie Life bermula dari penjualan produk asuransi unit-link Diamond Investa yang merupakan produk hibrida antara asuransi jiwa dengan investasi pasar modal (umumnya reksadana). Banyak nasabah yang tergiur dengan tawaran ini karena produk Diamond Investa menawarkan imbal hasil 1,5 persen di atas bunga deposito per tahun plus manfaat proteksi asuransi jiwa. Sayang pemasaran produk asuransi unit-link ini kemudian bermasalah karena PT Asuransi Jiwa Bakrie (Bakrie Life) diduga gagal membayar imbal hasil beserta pokok dana nasabah dengan nilai total mendekati Rp 400 miliar. Hal tersebut ditengarai disebabkan adanya penyelewengan penempatan portofolio yang dilakukan oleh manajemen perusahaan. Bakrie Life dianggap melampaui batas dalam berinvestasi karena terlalu banyak menempatkan portofolio reksadana pada saham-saham perusahaan grup Bakrie, sehingga ketika harga saham perusahaan grup Bakrie berjatuhan akibat krisis global 2008 maka nilai portofolio Bakrie Life pun ikut terhempas. (Harian Sinar Harapan, 17 September 2009).
  • KETIADAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DANA NASABAH ASURANSI
Kasus Bakrie Life lebih sulit diselesaikan karena hingga kini belum ada perlindungan hukum terhadap dana nasabah asuransi. Nasabah asuransi sebagai pihak konsumen selama ini hanya dilindungi oleh UU Perlindungan Konsumen (UU 8/ 1999). Namun demikian, UU Perlindungan Konsumen tidak mengatur mekanisme penjaminan dan pengembalian dana nasabah jika terjadi kasus perusahaan asuransi bermasalah. Di samping itu, UU Perlindungan Konsumen lebih banyak berfokus pada pengaturan dan perlindungan hak-hak konsumen dan terlaksananya kewajiban produsen secara umum. Padahal, yang lebih dibutuhkan oleh nasabah asuransi adalah kepastian pengembalian dana mereka jika terjadi kasus kegagalan usaha yang menimpa perusahaan asuransi.
Pengamat ekonomi Yanuar Rizky, sebagaimana dikutip Harian Sinar Harapan (17 September 2009) mengatakan bahwa permasalahan konflik antara nasabah dengan Bakrie Life tidak bisa dilepaskan dari pengawasan Bapepam-LK yang lemah dan tidak serius. Bapepam-LK terkesan hanya cuci tangan sehingga melihat masalah ini hanya sebatas permasalahan kontrak pengelolaan dana antara nasabah yang dirugikan dengan Bakrie Life. Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK, Isa Rachmatarwata, sebagaimana dikutip Harian Bisnis Indonesia (17 September 2009) juga meminta para nasabah yang dirugikan Bakrie Life untuk menyelesaikan persoalan tersebut berdasarkan kontrak yang berlaku, sebab dalam setiap kontrak asuransi biasanya disebutkan tentang bagaimana cara penyelesaian masalah jika terjadi sengketa. Isa Rachmatarwata juga menegaskan agar para nasabah harus siap menempuh cara penyelesaian sengketa sesuai dengan polis, sebab jika pihak regulator ikut mengintervensi malah tidak sesuai dengan kontrak.
Direktur eksekutif AAJI (Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia), Stephen Juwono, sebagaimana dikutip Harian Bisnis Indonesia (17 September 2009) mengatakan bahwa kasus Bakrie Life merupakan masalah internal antara Bakrie Life dengan para nasabahnya. Jika nasabah mengetahui adanya penyimpangan investasi, maka mereka dapat membawa masalah tersebut ke jalur hukum. AAJI hanya berwenang memberi sanksi kepada para agen pemasaran produk asuransi yang dianggap menyimpang yaitu agen yang tidak terdaftar dan tidak punya lisensi.
Pernyataan pejabat Bapepam-LK dan pengurus AAJI tersebut di atas, walaupun secara normatif terasa logis, tetapi secara faktual cenderung merugikan pihak nasabah asuransi. Proses penyelesaian sengketa melalui jalur Arbitrase lebih sesuai diterapkan bagi pihak tertanggung yang bermodal besar, sedangkan penyelesaian melalui jalur Mediasi, misalnya melalui Badan Mediasi Asuransi Indonesia, juga tidak dapat menjamin pengembalian dana nasabah secara utuh. Di samping itu cara Arbitrase dan Mediasi lebih cocok diterapkan untuk kasus-kasus sengketa keperdataan yang hanya melibatkan dua pihak atau sedikit pihak. Kasus Bakrie Life yang melibatkan ratusan nasabah lebih sulit diselesaikan melalui jalur Mediasi atau Abitrase karena kedudukan para nasabah cenderung lemah sehingga perlu perlindungan hukum dari Negara.
Proses penyelesaian sengketa melalui jalur hukum via Pengadilan Negeri juga sangat memberatkan nasabah karena proses peradilan di Indonesia umumnya masih cenderung lebih berpihak kepada pemilik modal besar, prosesnya berbelit-belit, lama, tidak ada jaminan menang, dan kalau toh menang seringkali eksekusi putusannya tidak berjalan sebagaimana mestinya. Penyelesaian kasus Bakrie Life seharusnya lebih difokuskan pada upaya pengembalian dana milik nasabah, sedangkan proses hukumnya menjadi domain tugas Bapepam-LK. Jika dalam proses penyelidikan dan penyidikan Bapepam-LK menemukan indikasi tindak pidana, maka Bapepam-LK harus segera meneruskan kasus tersebut ke Kepolisian. Jika yang ditemukan hanyalah pelanggaran administratif, maka Bapepam-LK tidak perlu lapor ke Kepolisian tetapi cukup memberi sanksi administratif sesuai ketentuan yang berlaku. Sanksi administratif terberat tentu saja adalah penutupan perusahaan melalui pencabutan ijin perusahaan.
Nasib nasabah bank jauh lebih baik dibandingkan nasib nasabah asuransi karena di perbankan sudah ada program penjaminan dana nasabah penyimpan melalui LPS (Lembaga Penjaminan Simpanan) berdasarkan UU 24/ 2004. Bapepam-LK, menurut berita Koran Jakarta (21 September 2009) saat ini juga sedang merancang pembentukan lembaga penjaminan dana investor di pasar modal atau IPF (Investor Protection Fund) yang ditargetkan sudah terbentuk pada kuartal ke-2 tahun 2010. Dalam kajian pembentukan IPF disebutkan bahwa sumber pendanaan IPF berasal dari kontribusi investor melalui biaya transaksi investor (levy), perusahaan efek, self regulatory organization (SRO), dan Pemerintah. Pemerintah diharapkan ikut memberikan kontribusi karena selama ini investor di pasar modal juga memberikan kontribusi bagi pemasukan negara lewat pajak. Setiap transaksi saham di pasar modal akan dikenakan pajak 0,1 persen dari total nilai transaksi.
Program penjaminan harus diarahkan guna melindungi dana nasabah asuransi agar tingkat kepercayaan masyarakat tetap tinggi. Lembaga penjaminan dana nasabah asuransi, sebagaimana LPS, juga harus diberi peran sebagai lembaga penyelamat dan/atau likuidator perusahaan asuransi bermasalah. Dengan tambahan peran sebagai penyelamat dan likuidator tersebut, maka lembaga penjaminan ini dapat lebih mudah memberi kepastian pengembalian dana nasabah asuransi. Pendanaan lembaga penjaminan ini dapat berasal dari sumbangan Pemerintah, serta premi yang dikutip dari perusahaan asuransi dan nasabah asuransi. Mekanisme kerja lembaga ini mirip dengan perusahaan re-asuransi. Bedanya, kalau perusahaan re-asuransi berfungsi melindungi perusahaan asuransi, maka lembaga penjaminan berfungsi melindungi nasabah asuransi.
Kasus Bakrie Life mirip dengan praktek pelanggaran Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) di perbankan. Bedanya, pelanggaran BMPK diatur jelas dalam UU Perbankan (UU 7/ 1992 juncto UU 10/ 1998), sedangkan pelanggaran sejenis belum diatur dalam UU 2/ 1992 tentang Usaha Perasuransian. Banyaknya bank yang melanggar BMPK menjadi salah satu pemicu krisis ekonomi dan perbankan 1997/1998. Kasus Bakrie Life jika tidak diselesaikan dengan baik kemungkinan besar akan berdampak negatif terhadap citra industri asuransi di mata masyarakat. Masyarakat sebagai calon nasabah asuransi akan khawatir membeli produk asuransi, khususnya asuransi unit-link. Padahal, industri jasa asuransi sebagaimana industri jasa keuangan lainnya, sangat bergantung pada kepercayaan masyarakat, karena industri jasa ini hidup dari usaha penghimpunan dan penyaluran dana-dana milik masyarakat.
  • KELEMAHAN DAN PENGAWASAN SERTA PENINDAKAN OLEH BAPEPAM -LK
Mencuatnya kasus gagal bayar nasabah Bakrie Life, menurut Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK, disebabkan oleh gabungan berbagai faktor seperti ketidakcermatan manajemen, kemungkinan terjadinya praktek pelanggaran usaha, kondisi ekonomi, dan penanganan saat krisis yang tidak tepat. Jika Bapepam-LK memang mengetahui penyebab kasus Bakrie Life, maka timbul pertanyaan mengapa Bapepam-LK selaku regulator dan pengawas tidak berhasil mencegah munculnya kasus Bakrie Life. Bahkan, ketika kasus Bakrie Life benar-benar muncul ke permukaan, Bapepam-LK terkesan hanya mau menyerahkan penyelesaian kasus tersebut kepada Bakrie Life dan para nasabahnya. Para nasabah diminta menyelesaikan permasalahan sesuai polis, dan bila menemukan indikasi tindak pidana para nasabah disarankan melapor ke Kepolisian.
Kasus Bakrie Life, dan juga kasus Antaboga Sekuritas, adalah contoh betapa lemahnya aspek pengawasan dan penindakan yang seharusnya dilakukan Bapepam-LK. Sebagai otoritas pasar modal dan lembaga keuangan non-bank, Bapepam-LK berfungsi sebagai regulator dan pengawas yang diberi wewenang khusus untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan. Pemeriksaan atau penyelidikan oleh Bapepam diatur dalam Pasal 100, sedangkan wewenang penyidikan diatur dalam Pasal 101 UU 8/ 1995 tentang Pasar Modal. Pasal 101 Ayat (2) UU 8/ 1995 menyatakan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Bapepam diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Pasar Modal berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Namun demikian, aturan UU 8/ 1995 ini mengandung kelemahan karena tidak mencantumkan wewenang Bapepam melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap lembaga keuangan non-bank selain pasar modal.
Keberadaan Penyidik PNS disamping Penyidik Kepolisian telah diatur dalam UU 8/ 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Pasal 1 angka 1, dan Pasal 6 Ayat (1) yang menyatakan bahwa Penyidik dapat berasal dari pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. Sedangkan yang dimaksud dengan kegiatan “Penyidikan”, sesuai Pasal 1 angka 2 UU 8/ 1981, adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi dan menemukan tersangkanya.
Pasal 7 Ayat (2) UU 8/ 1981 menyatakan bahwa Penyidik PNS mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing, dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan Penyidik Kepolisian. Berdasarkan ketentuan ini, maka Penyidik PNS yang telah menemukan bukti awal adanya tindak pidana tertentu, harus segera melimpahkan kasus tersebut kepada Penyidik Kepolisian. Penyidik Kepolisian selanjutnya memproses lebih lanjut kasus tersebut dan kemudian melimpahkannya kepada Kejaksaan selaku Penuntut Umum.
Berdasarkan fakta yuridis tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dalam penanganan kasus Bakrie Life, Bapepam-LK terbukti belum bekerja secara maksimal karena tidak melaksanakan penyidikan dengan benar. Jika tugas penyidikan tersebut dilakukan dengan benar dan berhasil menemukan indikasi pelanggaran pidana, maka Bapepam-LK seharusnya wajib meneruskan kasus tersebut ke Kepolisian dan bukannya malah menyerahkan tugas tersebut kepada para nasabah Bakrie Life. Hal serupa juga terjadi dalam kasus Bank Century dimana Bank Indonesia tidak berani melakukan penindakan terhadap pemilik Bank Century yang terbukti melakukan pelanggaran pidana berupa penerbitan L/C fiktif senilai Rp 1,8 triliun. Ketidaktegasan Bank Indonesia membuat kasus Bank Century bertambah besar sehingga biaya penyelamatan yang harus ditanggung LPS mencapai Rp 6,7 triliun. Prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan bank sering digunakan sebagai dalil untuk menutupi ketakutan dan kelemahan tersebut.
Kelemahan penindakan hukum sudah lama menjadi budaya hukum di Indonesia, sehingga bangsa kita dikenal sebagai bangsa yang hanya pandai membuat undang-undang atau peraturan tetapi lemah dalam implimentasi dan penegakan hukumnya. Penegakan hukum di masa Reformasi hingga saat ini masih banyak diwarnai oleh budaya hukum warisan Orde Baru yang bernuansa korupsi-kolusi-nepotisme serta lebih cenderung membela kepentingan elit penguasa dan pemilik modal besar. Prof. Satjipto Rahardjo SH dalam Bernard L. Tanya et.al. (2006) bahkan menyatakan penegakan hukum di masa transisi pasca Orde Baru tidak hanya dijalankan seperti rutinitas belaka (business as usual) tetapi juga dipermainkan seperti barang dagangan (business-like). Di masa kini, menurut Prof. Satjipto Rahardjo SH (2007) penegakan hukum memerlukan kualitas progresif. Kita membutuhkan penegak hukum yang berkualitas di atas rata-rata. Undang-undang hanya berbicara abstrak dan datar, baru di tangan penegak hukum itulah kekuatan hukum bisa diuji kemampuannya. Penggunaan diskresi yang bertanggung jawab juga diperlukan guna mengatasi kebuntuan dalam penegakan hukum. Guna mengatasi hambatan penegakan hukum di sektor keuangan, Pemerintah dan DPR perlu membentuk lembaga pengawas independen yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) paling lambat 31 Desember 2010 sebagaimana amanat Pasal 34 UU Bank Indonesia (UU 23/ 1999 juncto UU 3/ 2004). Pembentukan OJK akan mengambil alih fungsi pengawasan yang selama ini dijalankan BI dan Bapepam-LK.
  • KELEMAHAN ATURAN HUKUM DAN PENTINGNYA REFORMASI HUKUM ASURANSI
Kasus Bakrie Life juga memunculkan fakta adanya kelemahan dalam aturan hukum di bidang asuransi. Hal ini disebabkan UU 2/ 1992 tentang Usaha Perasuransian yang dibentuk pada masa Orde Baru belum pernah direvisi hingga saat ini, padahal UU Bank Indonesia dan UU Perbankan telah direvisi beberapa kali mengikuti perkembangan sosial-ekonomi-politik yang begitu cepat di era Reformasi.
Pada saat pengajuan RUU bidang Keuangan pada tahun 2003, Pemerintah telah menyertakan RUU Otoritas Jasa Keuangan dan RUU untuk mengamandemen undang-undang bidang jasa finansial, seperti pasar modal, asuransi, dan dana pensiun. Tetapi, yang lolos menjadi UU hanya amandemen UU BI, yaitu UU Nomor 3 Tahun 2004 dan yang lainnya sampai kini masih menyangkut di DPR. Dari segi infrastruktur, Pemerintah telah menyiapkan diri dengan memerger Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dengan Direktorat Lembaga Keuangan (DJLK) menjadi Bapepam-LK berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia.(Rijanta Triwahjana, 2008).
Kelemahan aturan dalam UU 2/ 1992 meliputi 4 (empat) hal sebagai berikut :
a) UU 2/ 1992 belum mencantumkan secara jelas peran Bapepam-LK sebagai otoritas regulator dan pengawas perusahaan asuransi di bawah kendali Menteri Keuangan.
b) UU 2/ 1992 belum mengatur tentang pemasaran produk-produk asuransi hibrida.
c) UU 2/ 1992 belum mengatur pembentukan lembaga penjamin dana nasabah asuransi.
d) UU 2/ 1992 belum mengatur peran lembaga penjamin dana nasabah asuransi dalam upaya penyelamatan maupun kepailitan/ likuidasi perusahaan asuransi.
Kelemahan pertama dapat diatasi dengan membuat UU tentang Bapepam-LK sehingga kedudukan Bapepam-LK lebih independen (tidak lagi di bawah Menteri Keuangan) sehingga kedudukannya setara dengan Bank Indonesia. DiAmerika Serikat, lembaga pengawas pasar modal dan pengawas perusahaan asuransi berdiri sendiri-sendiri dan berstatus independen karena tidak bertanggung-jawab kepada Menteri Keuangan. Kelemahan pertama ini juga dapat diatasi melalui pembentukan lembaga superbody seperti OJK (Otoritas Jasa Keuangan) yang independen dan bertugas mengawasi seluruh perusahaan di sektor jasa keuangan.. Pola pengawasan model OJK mirip dengan pola pengawasan yang diterapkan di Inggris.
Menurut Wulan Tunjung Palupi (2009) terdapat dua aliran pemikiran dalam bidang pengawasan sektor keuangan. Yang pertama menganut prinsip bahwa supervisi berbagai institusi keuangan dilakukan oleh beberapan lembaga yang terpisah. Yang kedua berprinsip seluruh pengawasan sektor keuangan harus ada dalam satu badan besar. Di Inggris, industri keuangan diawasai oleh Financial Supervisory Authority (FSA). Sedangkan di Amerika Serikat, industri keuangan diawasi beberapa institusi terpisah yaitu : Securities and Exchange Commission (SEC), The Fed (Bank Sentral), Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC), dan Options Clearing Corporation (OCC).
Kelemahan kedua dapat diatasi dengan merevisi UU 2/ 1992 dengan memasukkan aturan pemasaran produk asuransi hibrida serta ketentuan kerjasama pemasaran produk jasa keuangan. Ketentuan semacam ini diperlukan guna menjamin adanya kepastian dan perlindungan hukum, sehingga kegiatan tersebut tidak sampai merugikan nasabah asuransi seperti pada kasus Bakrie Life. Penempatan portofolio investasi dalam asuransi unit-link juga harus diatur dan dibatasi seperti halnya ketentuan BMPK di perbankan.
Kelemahan ketiga dan keempat dapat diatasi dengan membuat aturan pembentukan lembaga penjaminan dana nasabah asuransi, yaitu lembaga yang cara kerjanya mirip LPS. Pembentukan lembaga ini dapat diatur dalam bentuk UU tersendiri, atau dalam bentuk amandemen UU 2/ 1992 tentang Usaha Perasuransian. Seperti LPS, lembaga ini sebaiknya juga diberi peran sebagai penyelamat maupun likuidator perusahaan asuransi bermasalah. Jika Pemerintah dan DPR lebih memilih opsi pembentukan OJK, maka peran lembaga ini cukup sebatas melakukan usaha penjaminan dana nasabah asuransi.
Mengingat begitu kompleksnya reformasi hukum di bidang keuangan, maka Pemerintah dan DPR sudah seharusnya segera merevisi paket RUU bidang keuangan yang sudah tertunda sejak tahun 2003. Munculnya kasus Bakrie Life, kasus Antaboga Sekuritas, dan kasus sejenis lainnya, semestinya mulai menyadarkan Pemerintah dan DPR agar tidak hanya mereformasi perbankan dan bank sentral tetapi juga mereformasi lembaga keuangan non-bank khususnya pasar modal, asuransi, dan dana pensiun.



Referensi : http://anindyaditakhoirina.wordpress.com/2012/05/07

Kamis, 29 November 2012

Etika dan Pasar Bebas

ETIKA DAN PASAR BEBAS

Pasar bebas adalah sebuah bentuk pasar persaingan sempurna dimana penjual dan pembeli berjumlah banyak dan keduanya mengetahui informasi dengan baik, free exit dan free entry. Pada pasar sempurna, akan didapatkan harga pasar atau market price secara alami, sebagaimana yang disebut oleh Adam Smith sebagai invisible hand. Adam Smith berpendapat bahwa sistem pasar bebas adalah sistem ekonomi yang mewujudkan kegiatan ekonomi yang paling efisien dan kemakmuran masyarakat yang paling optimum. Pandangannya ini termaktub dalam bukunya “ An iquiry into the Nature and Causes of Wealth Nations tahun 1776( Sadono,1996)”. Pasar bebas memberikan ruang kepada setiap individu untuk melakukan kegiatan ekonomi seperti yang mereka inginkan dan dengan sendirinya akan mewujudkan efisiensi yang tinggi dalam kegiatan ekonomi Negara dan dalam jangka panjang akan mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tangguh.
Pada pasar bebas, tidak diperlukan terlalu dalam campur tangan pemerintah. Bagi Adam Smith pemerintah diakui mempunyai peran penting dalam perekonomian Negara sebatas pada menyediakan dan mengembangkan infrastruktur dan menjalankan pemerintahan. Dengan tidak aktifnya pemerintah dalam perekonomian maka dengan sendirinya pasar akan menyesuaikan dan mencapai tingkat ekuilibrium.
Adapun peran Pemerintah diantaranya :
Mengawasi agar akibat ekstern kegiatan ekonomi yang merugikan dapat dihindari
Menyediakan barang public yang cukup hingga masyarakat dapat membelinya dengan mudah dan murah
Mengawasi kegiatan-kegiatan perusahaan, terutama perusahaan yang besar yang dapat mempengaruhi pasar
Menjamin agar kegiatan ekonomi yang dilakukan tidak menimbulkan ketidaksetaraan dalam masyarakat
Memastikan pertumbuhan ekonomi dapat diwujudkan secara efisien
Campur tangan pemerintah dalam ekonomi dapat dilakukan dalam tiga bentuk yaitu:
Membuat undang-undang. Undang-undang diperlukan untuk mempertinggi efisiensi mekanisme pasar, menciptakan dasaran social ekonomi dan menciptakan pertandingan bebas sehingga tidak ada kekuatan monopoli.
Secara langsung melakukan kegiatan ekonomi (mendirikan perusahaan) dengan produksi barang publik
Melakkukan kebijakkan fiskal dan moneter. Kebijakkan fiscal diperlukan masyarakat bahwa pemerintah dapat menetapkan anggran belanja dan penerimaan Negara secara seimbang. Kebijakkan moneter diperlukan untuk mengendalikan tingkat harga-harga agar tetap stabil. Akan tetapi pada akhirnya kebijakkan moneter adalah peranan uang dalam kegiatan ekonomi.

KEBAIKAN EKONOMI PASAR BEBAS
Para ahli ekonomi konvensional mempercayai bahwa pasar bebas memiliki kebaikan-kebaikan antara lain :
1. Faktor produksi akan digunakan secara efisien. Efisiensi faktor produksi terdiri dari efisiensi alokatif dan produktif.
Efisiensi alokatif mencapai efisien bila tingkat harga= ongkos marginal.
Efisiensi produktif akan dicapai bila ongkos produksi sebuah barang suatu perusahaan mencapai ongkos produksi minimum atau titik paling rendah dari Ac. Ongkos paling minimum ini akan dihasilkan bila pasar dalam keadaan sempurna.
2. kegiatan –kegiatan ekonomi dalam pasar diatur dan diselaraskan dengan efisien. Dengan berbagai barang yang ada dipasar dan berbagai pasar, maka perubahan yang terjadi akan mendorong kegiatan-kegiatan ekonomi menjadi efisien. Banyak ahli yakin bahwa pasar bebas akan membuat penyesuaian dengan sendirinya tanpa pengaturan dari manapun.
3. Pertumbuhan ekonomi yang mapan akan dapat diwujudkan. Dengan kebebasan individu menjalankan kegiatan ekonominya, maka akan mendorong pertumbuhan ekonomi lebih efisien.Hal ini terdorong oleh semakin giatnya individu dalam melakukan produktifitanya, melakukan inovasi, dan langkah-langkah untuk memenangkan persaingan.
4. Pelaku kegiatan ekonomi diberi kebebasan untuk melakukan kegiatan ekonomi yang disukainya.
Ref : http://rindaasytuti.wordpress.com/2010/06/29/pasar-bebas-dan-kebijakkan-pemerintah-tinjauan-ekonomi-konvensional-dan-ekonomi-islam/
http://ekonomi-indonesia-bisnis.infogue.com/tantangan_pasar_bebas_indonesia


sumber :
http://tofannofrianto.blogspot.com/2010/11/etika-dan-pasar-bebas.html

Iklan dan Dimensi Etisnya

  • Pengertian Iklan
Iklan adalah bentuk komunikasi tidak langsung yang didasari pada informasi tentang keunggulan suatu produk sehingga mengubah pikiran konsumen untuk melakukan pembelian.
  • Tujuan Iklan
Tujuan iklan adalah suatu strategi  pemasaran untuk mendekatkan barang yang hendak dijual kepada konsumen.
Citra negative iklan terhadap bisnis seakan bisnis adalah kegiatan tipu-menipu yang menghalalkan segala cara untuk meraih keuntungan tanpa memperhatikan berbagai norma dan nilai moral. Contohnya adalah XL yang meluncurkan paket priority 150 atau 300.
  • Fungsi iklan
  1. Iklan sebagai pemberi informasi tentang produk yang ditawarkan dipasar
  2. Iklan sebagai pempentuk pendapat umum tentang sebuah produk

  • Beberapa persoalan etis
  1. Pola konsumsi manusia moderent sesungguhnya adalah pilihan iklan. Manusia didikte oleh iklan dan tunduk pada kemauan iklan khususnya iklan manipulasi dan prsuasif yang tidak rasional.
  2. Iklan merongrong otonomi dan kebebasan manusia.
  3. Iklan yang manipulative dan persuasive non-rasional menjanjikan manusia yang konsumtif.
  4. Iklan yang merongrong rasa keadilan social dan memicu kesenjangan social.
  5. Menciptakan manusia moderent menjadi konsumtif.
  6. Iklan dapat membentuk dan menciptakan identitas atau citra diri manusia.
  • Makna etis menipu dalam iklan
Iklan me,mbentuk citra sebuah produk bahkan sebuah perusahaan ditengah masyarakat. Iklan yang membuat pernyataan yang salah atau yang tidak benar oleh pembuat iklan dan produsen bsrang tersebut dengan maksud memperdaya atau mengecoh konsumen dalam sebuah tipuan dan arena itu dinilai sebagai iklan yang tidak etis.
  • Prinsip-prinsip dalam iklan
  1. Iklan tidak boleh menyampaikan informasi yang palsu dengan maksud memperdaya konsumen
  2. Iklan wajib menyampaikan semua informasi tentang produk yang diiklankan.
  3. Iklan tidak boleh mengarahkan pada pemaksaan.
  4. Iklan tidak boleh mengarah pada tindakan yang bertantangan dengan moralitas.
Pernyataan yang salah itu berkaitan dengan janji-janji kepada pihak yang dituju untuk mengatakan apa adanya. Pernyataan salah itu diberikan kepada orang yang berhak mengetahui kebenaran.

Kebebasan konsumen
Sebagai makhluk social kita memang tidak lepas dari pengaruh dari informasi dari orang lain. Tapi tidak berarti bahwa pengaruh tadi akan membelenggu dan miniadakan kebebasan individu.
Untuk membuat iklan yang berkualitas harus melibatkan ahli etika, konsumen, ahli hokum, pengusaha, pemerintah,tokoh agama dan tokoh masyarakat tertentu, kalau perlu dibuat undang-undang yang mengikat tetapi tidak merampas kemandirian biro iklan.


Sumber:
http://ndahpig.wordpress.com/2010/01/06/iklan-dan-dimensi-etisnya/

Bisnis dan Perlindungan Konsumen

  • Hak-hak Konsumen
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Hak-hak Konsumen adalah :
  1. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
  2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
  3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
  4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
  5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
  6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
  7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
  8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
  9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
  •   Kewajiban Konsumen
Tidak hanya bicara hak, Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen juga memuat kewajiban konsumen, antara lain :
  1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
  2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
  3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
  4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Sumber :
http://wahyuaji-wicaksono.blogspot.com/2012/11/bisnis-dan-perlindungan-konsumen.html

Rabu, 28 November 2012

Hak Pekerja

  • Macam - macam Hak Pekerja

  1. Hak atas Pekerjaan.
  2. Hak atas Upah yang adil.
  3. Hak untuk Berserikat dan Berkumpul.
  4. Hak atas Perlindungan Keamanan dan Kesehatan.
  5. Hak untuk Diproses Hukum Secara Sah.
  6. Hak Diperlakukan secara Sama.
  7. Hak atas Rahasia Pribadi.
  8. Hak atas Kebebasan Suara Hati.
  •  Whistle Blowing.
Whistle Blowing adalah tindakan yang dilakukan oleh seorang atau beberapa orang karyawan untuk membocorkan kecurangan entah yang dilakukan oleh perusahaan atau atasannya kepada pihak lain.
Ada dua macam Whistle Blowing yaitu Whistle Blowing Internal dan Whistle Blowing Eksternal.
  • Whistle Blowing Internal.
Whistle Blowing Internal terjadi ketika seorang atau beberapa orang karyawan tahu mengenai kecurangan yang dilakukan oleh karyawan lain atau kepala bagiannya kemudian melaporkan kecurangan itu kepada pimpinan perusahaan yang lebih tinggi.
  • Whistle Blowing Eksternal.
 Whistle Blowing Eksternal menyangkut kasus dimana seseorang pekerja mengetahui kecurangan yang dilkukan perusahaannya lalu membocorkannya kepada masyarakat karena dia tau bahwa kecurangan itu akan merugikan masyarakat.

 

Keadilan Dalam Bisnis

Dalam kaitan dengan keterlibatan sosial, tanggung jawab sosial perusahaan berkaitan langsung dengan penciptaan atau perbaikan kondisi sosial ekonomi yang semakin sejahtera dan merata. Tidak hanya dalam pengertian bahwa terwujudnya keadilan akan menciptakan stabilitas sosial yang akan menunjang kegiatan bisnis, melainkan juga dalam pengertian bahwa sejauh prinsip keadilan dijalankan akan lahir wajah bisnis yang lebih baik dan etis. Tidak mengherankan bahwa hingga sekarang keadilan selalu menjadi salah satu topic penting dalam etika bisnis.

a. Teori keadilan Aristoteles Atas pengaruh Aristoteles secara tradisional keadilan dibagi menjadi tiga :

1. Keadilan Legal

Keadilan legal yaitu perlakuan yang sama terhadap semua orang sesuai dengan hukum yang berlaku. Itu berarti semua orang harus dilindungi dan tunduk pada hukum yang ada secara tanpa pandang bulu. Keadilan legal menyangkut hubungan antara individu atau kelompok masyarakat dengan negara. Intinya adalah semua orang atau kelompok masyarakat diperlakukan secara sama oleh negara dihadapan dan berdasarkan hukum yang berlaku. Semua pihak dijamin untuk mendapatkan perlakuan yang sama sesuai dengan hukum yang berlaku. Dasar moralnya adalah :
  1. Semua orang adalah manusia yang mempunyai harkat dan martabat yang sama dan karena itu harus diperlakukan secara sama.
  2. Bahwa tidak ada orang yang akan diperlakukan secara istimewa oleh hukum atau negara.
  3. Negara, dalam hal ini pemerintah, tidak boleh mengeluarkan hukum atau produk hukum apapun yang secara khusus dimaksudkan deminkepentingan kelompok atau orang tertentu, dengan atau tanpa merugikan pihak lain.
  4. Semua warga tanpa perbedaan apapun harus tunduk dan taat kepada hukum yang berlaku karena hukum tersebut melindungi hak dan kepentingan semua warga.
 2. Keadilan Komutatif

Keadilan ini mengatur hubungan yang adil antara orang yang satu dan yan lain atau antara warganegara yang satu dengan warga negara lainnya. Keadilan komutatif menyangkut hubungan horizontal antara warga yang satu dengan warga yang lain. Dalam bisnis, keadilan komutatif juga disebut atau berlaku sebagai keadilan tukar. Dengan kata lain, keadilan komutatif menyangkut pertukaran yang adil antara pihak-pihak yang terlibat. Prinsip keadilan komutatif menuntut agar semua orang menepati apa yang telah dijanjikannya, mengembalikan pinjaman, memberi ganti rugi yang seimbang, memberi imbalan atau gaji yang pantas, dan menjual barang dengan mutu dan harga yang seimbang.

3. Keadilan Distributif

Prinsip dasar keadilan distributif yang dikenal sebagai keadilan ekonomi adalah distribusi ekonomi yang merata atau yang dianggap adil bagi semua warga negara. Keadilan distributif punya relevansi dalam dunia bisnis, khususnya dalam perusahaan. Berdasarkan prinsip keadilan ala Aristoteles, setiap karyawan harus digaji sesuai dengan prestasi, tugas, dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pandangan-pandangan Aristoteles tentang keadilan bisa kita dapatkan dalam karyanya nichomachean ethics, politics, dan rethoric. Lebih khususnya, dalam buku nicomachean ethics, buku itu sepenuhnya ditujukan bagi keadilan yang berdasarkan filsafat umum Aristoteles, mesti dianggap sebagai inti dari filsafat hukumnya, “karena hukum hanya bisa ditetapkan dalam kaitannya dengan keadilan”. Yang sangat penting dari pandanganya ialah pendapat bahwa keadilan mesti dipahami dalam pengertian kesamaan. Namun Aristoteles membuat pembedaan penting antara kesamaan numerik dan kesamaan proporsional. Kesamaan numerik mempersamakan setiap manusia sebagai satu unit. Inilah yang sekarang biasa kita pahami tentang kesamaan dan yang kita maksudkan ketika kita mengatakan bahwa semua warga adalah sama di depan hukum. Kesamaan proporsional memberi tiap orang apa yang menjadi haknya sesuai dengan kemampuannya, prestasinya, dan sebagainya. Dari pembedaan ini Aristoteles menghadirkan banyak kontroversi dan perdebatan seputar keadilan. Lebih lanjut, dia membedakan keadilan menjadi jenis keadilan distributif dan keadilan korektif. Yang pertama berlaku dalam hukum publik, yang kedua dalam hukum perdata dan pidana. Kedailan distributif dan korektif sama-sama rentan terhadap problema kesamaan atau kesetaraan dan hanya bisa dipahami dalam kerangkanya. Dalam wilayah keadilan distributif, hal yang penting ialah bahwa imbalan yang sama-rata diberikan atas pencapaian yang sama rata. Pada yang kedua, yang menjadi persoalan ialah bahwa ketidaksetaraan yang disebabkan oleh, misalnya, pelanggaran kesepakatan, dikoreksi dan dihilangkan. Keadilan distributif menurut Aristoteles berfokus pada distribusi, honor, kekayaan, dan barang-barang lain yang sama-sama bisa didapatkan dalam masyarakat. Dengan mengesampingkan “pembuktian” matematis, jelaslah bahwa apa yang ada dibenak Aristoteles ialah distribusi kekayaan dan barang berharga lain berdasarkan nilai yang berlaku dikalangan warga. Distribusi yang adil boleh jadi merupakan distribusi yang sesuai dengan nilai kebaikannya, yakni nilainya bagi masyarakat. Di sisi lain, keadilan korektif berfokus pada pembetulan sesuatu yang salah. Jika suatu pelanggaran dilanggar atau kesalahan dilakukan, maka keadilan korektif berusaha memberikan kompensasi yang memadai bagi pihak yang dirugikan jika suatu kejahatan telah dilakukan, maka hukuman yang sepantasnya perlu diberikan kepada si pelaku. Bagaimanapun, ketidakadilan akan mengakibatkan terganggunya “kesetaraan” yang sudah mapan atau telah terbentuk. Keadilan korektif bertugas membangun kembali kesetaraan tersebut. Dari uraian ini nampak bahwa keadilan korektif merupakan wilayah peradilan sedangkan keadilan distributif merupakan bidangnya pemerintah. Dalam membangun argumennya, Aristoteles menekankan perlunya dilakukan pembedaan antara vonis yang mendasarkan keadilan pada sifat kasus dan yang didasarkan pada watak manusia yang umum dan lazim, dengan vonis yang berlandaskan pandangan tertentu dari komunitas hukum tertentu. Pembedaan ini jangan dicampuradukkan dengan pembedaan antara hukum positif yang ditetapkan dalam undang-undang dan hukum adat. Karena, berdasarkan pembedaan Aristoteles, dua peni laian yang terakhir itu dapat menjadi sumber pertimbangan yang hanya mengacu pada komunitas tertentu, sedangkan keputusan serupa yang lain, kendati diwujudkan dalam bentuk perundang-undangan, tetap merupakan hukum alamjika bisa didapatkan dari fitrah umum manusia.
 
  • Teori Keadilan Adam Smith
Pada teori keadilan Aristoteles, Adam Smith hanya menerima satu konsep atau teori keadilan yaitu keadilan komutatif. Alasannya, yang disebut keadilan sesungguhnya hanya punya satu arti yaitu keadilan komutatif yang menyangkut kesetaraan, keseimbangan, keharmonisan hubungan antara satu orang atau pihak dengan orang atau pihak lain.

1. Prinsip No Harm

Prinsip keadilan komutatif menurut Adam Smith adalah no harm, yaitu tidak merugikan dan melukai orang lain baik sebagai manusia, anggota keluarga atau anggota masyarakat baik menyangkut pribadinya, miliknya atau reputasinya. Pertama, keadilan tidak hanya menyangkut pemulihan kerugian, tetapi juga menyangkut pencegahan terhadap pelanggaran hak dan kepentingan pihak lain. Kedua, pemerintah dan rakyat sama-sama mempunyai hak sesuai dengan status sosialnya yang tidak boleh dilanggar oleh kedua belah pihak. Pemerintah wajib menahan diri untuk tidak melanggar hak rakyat dan rakyat sendiri wajib menaati pemerintah selama pemerintah berlaku adil, maka hanya dengan inilah dapat diharapkan akan tercipta dan terjamin suatu tatanan sosial yang harmonis. Ketiga, keadilan berkaitan dengan prinsip ketidakberpihakan (impartiality), yaitu prinsip perlakuan yang sama didepan hukum bagi setiap anggota masyarakat.

2. Prinsip Non-Intervention

Disamping prinsip no harm, juga terdapat prinsip no intervention atau tidak ikut campur dan prinsip perdagangan yang adil dalam kehidupan ekonomi. Prinsip ini menuntut agar demi jaminan dan penghargaan atas hak dan kepentingan setiap orang, tidak seorangpun diperkenankan untuk ikut campur tangan dalam kehidupan dan kegiatan orang lain.campur tangan dalam bentuk apapun akan merupakan pelanggaran terhadap hak orang tertentu yang merupakan suatu harm (kerugian) dan itu berarti telah terjadi ketidakadilan.

3. Prinsip Keadilan Tukar

Prinsip keadilan tukar atau prinsip pertukaran dagang yang fair, terutama terwujud dan terungkap dalam mekanisme harga dalam pasar. Dalam keadilan tukar ini, Adam Smith membedakan antara harga alamiah dan harga pasar atau harga aktual. Harga alamiah adalah harga yang mencerminkan biaya produksi yang telah dikeluarkan oleh produsen, yaitu terdiri dari tiga komponen biaya produksi berupa upah buruh, keuntungan untuk pemilik modal, dan sewa. Sedangkan harga pasar atau harga aktual adalah harga yang aktual ditawarkan dan dibayar dalam transaksi dagang didalam pasar. c. Keadilan sosial ala John Rawls John Rawls dalam bukunya a theory of justice menjelaskan teori keadilan sosial sebagai the difference principle dan the principle of fair equality of opportunity. Inti the difference principle, adalah bahwa perbedaan sosial dan ekonomis harus diatur agar memberika manfaat yang paling besar bagi mereka yang paling kurang beruntung. Istilah perbedaan sosil-ekonomis dalam prinsip perbedaan menuju pada ketidaksamaan dalam prospek seorang untuk mendapatkan unsur pokok kesejahteraan, pendapatan, dan otoritas. Sementara itu, the principle of fair equality of opportunity menunjukkan pada mereka yang paling kurang mempunyai peluang untuk mencapai prospek kesejahteraan, pendapat dan otoritas. Mereka inilah yang harus diberi perlindungan khusus. Rawls mengerjakan teori mengenai prinsip-prinsip keadilan terutama sebagai alternatif bagi teori utilitarisme sebagaimana dikemukakan Hume, Bentham dan Mill. Rawls berpendapat bahwa dalam masyarakat yang diatur menurut prinsip-prinsip utilitarisme, orang-orang akan kehilangan harga diri, lagi pula bahwa pelayanan demi perkembangan bersama akan lenyap. Rawls juga berpendapat bahwa sebenarnya teori ini lebih keras dari apa yang dianggap normal oleh masyarakat. Memang boleh jadi diminta pengorbanan demi kepentingan umum, tetapi tidak dapat dibenarkan bahwa pengorbanan ini pertama-tama diminta dari orang-orang yang sudah kurang beruntung dalam masyarakat. Menurut Rawls, situasi ketidaksamaan harus diberikan aturan yang sedemikian rupa sehingga paling menguntungkan golongan masyarakat yang paling lemah. Hal ini terjadi kalau dua syarat dipenuhi. Pertama, situasi ketidaksamaan menjamin maximum minimorum bagi golongan orang yang paling lemah. Artinya situasi masyarakat harus sedemikian rupa sehingga dihasilkan untung yang paling tinggi yang mungkin dihasilkan bagi golongan orang-orang kecil. Kedua, ketidaksamaan diikat pada jabatan-jabatan yang terbuka bagi semua orang. Maksudnya supaya kepada semua orang diberikan peluang yang sama besar dalam hidup. Berdasarkan pedoman ini semua perbedaan antara orang berdasarkan ras, kulit, agama dan perbedaan lain yang bersifat primordial, harus ditolak. Lebih lanjut John Rawls menegaskan bahwa maka program penegakan keadilan yang berdimensi kerakyatan haruslah memperhatikan dua prinsip keadilan, yaitu, pertama, memberi hak dan kesempatan yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas seluas kebebasan yang sama bagi setiap orang. Kedua, mampu mengatur kembali kesenjangan sosial ekonomi yang terjadi sehingga dapat memberi keuntungan yang bersifat timbal balik (reciprocal benefits) bagi setiap orang, baik mereka yang berasal dari kelompok beruntung maupun tidak beruntung. Dengan demikian, prisip berbedaan menuntut diaturnya struktur dasar masyarakat sedemikian rupa sehingga kesenjangan prospek mendapat hal-hal utama kesejahteraan, pendapatan, otoritas diperuntukkan bagi keuntungan orang-orang yang paling kurang beruntung. Ini berarti keadilan sosial harus diperjuangkan untuk dua hal: Pertama, melakukan koreksi dan perbaikan terhadap kondisi ketimpangan yang dialami kaum lemah dengan menghadirkan institusi-institusi sosial, ekonomi, dan politik yang memberdayakan. Kedua, setiap aturan harus memosisikan diri sebagai pemandu untuk mengembangkan kebijakan-kebijakan untuk mengoreksi ketidak-adilan yang dialami kaum lemah.

  • Prinsip Keadilan Distributif Rawls
Rawls merumuskan dua prinsip keadilan distributif, sebagai berikut:

a. the greatest equal principle, bahwa setiap orang harus memiliki hak yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas, seluas kebebasan yang sama bagi semua orang. Ini merupakan hal yang paling mendasar (hak azasi) yang harus dimiliki semua orang. Dengan kata lain, hanya dengan adanya jaminan kebebasan yang sama bagi semua orang maka keadilan akan terwujud (Prinsip Kesamaan Hak). Prinsip the greatest equal principle, menurut penulis, tidak lain adalah ”prinsip kesamaan hak” merupakan prinsip yang memberikan kesetaraan hak dan tentunya berbanding terbalik dengan beban kewajiban yang dimiliki setiap orang (i.c. para kontraktan). Prinsip ini merupakan ruh dari azas kebebasan berkontrak.

b. ketidaksamaan sosial dan ekonomi harus diatur sedemikian rupa sehingga perlu diperhatikan azas atau prinsip berikut: (1) the different principle, dan (2) the principle of fair equality of opportunity. Prinsip ini diharapkan memberikan keuntungan terbesar bagi orang-orang yang kurang beruntung, serta memberikan penegasan bahwa dengan kondisi dan kesempatan yang sama, semua posisi dan jabatan harus terbuka bagi semua orang (Prinsip Perbedaan Obyektif). Prinsip kedua, yaitu “the different principle” dan ”the principle of (fair) equality of opportunity”, menurut penulis merupakan “prinsip perbedaan obyektif”, artinya prinsip kedua tersebut menjamin terwujudnya proporsionalitas pertukaran hak dan kewajiban para pihak, sehingga secara wajar (obyektif) diterima adanya perbedaan pertukaran asalkan memenuhi syarat good faith and fairness (redelijkheid en billijkheid). Dengan demikian, prinsip pertama dan prinsip kedua tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Sesuai dengan azas proprosionalitas, keadilan Rawls ini akan terwujud apabila kedua syarat tersebut diterapkan secara komprehensif. Dengan penekanannya yang begitu kuat pada pentingnya memberi peluang yang sama bagi semua pihak, Rawls berusaha agar keadilan tidak terjebak dalam ekstrem kapitalisme di satu pihak dan sosialisme di lain pihak. Rawls mengatakan bahwa prinsip (1) yaitu the greatest equal principle, harus lebih diprioritaskan dari prinsip (2) apabila keduanya berkonflik. Sedang prinsip (2), bagian b yaitu the principle of (fair) equality of opportunity harus lebih diprioritaskan dari bagian a yaitu the different principle. Keadilan harus dipahami sebagai fairness, dalam arti bahwa tidak hanya mereka yang memiliki bakat dan kemampuan yang lebih baik saja yang berhak menikmati pelbagai manfaat sosial lebih banyak, tetapi keuntungan tersebut juga harus membuka peluang bagi mereka yang kurang beruntung untuk meningkatkan prospek hidupnya. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, pertanggungjawaban moralitas ”kelebihan” dari mereka yang beruntung harus ditempatkan pada ”bingkai kepentingan” kelompok mereka yang kurang beruntung. “The different principle” tidak menuntut manfaat yang sama (equal benefits) bagi semua orang, melainkan manfaat yang sifatnya timbal balik (reciprocal benefits), misalnya, seorang pekerja yang terampil tentunya akan lebih dihargai dibandingkan dengan pekerja yang tidak terampil. Disini keadilan sebagai fairness sangat menekankan azas resiprositas, namun bukan berarti sekedar ”simply reciprocity”, dimana distribusi kekayaan dilakukan tanpa melihat perbedaan-perbedaaan obyektif di antara anggota masyarakat. Oleh karenanya, agar terjamin suatu aturan main yang obyektif maka keadilan yang dapat diterima sebagai fairness adalah pure procedural justice, artinya keadilan sebagai fairness harus berproses sekaligus terefleksi melalui suatu prosedur yang adil untuk menjamin hasil yang adil pula. Terkait dengan kompleksitas hubungan kontraktual dalam dunia bisnis, khususnya terkait dengan keadilan dalam kontrak, maka berdasarkan pikiran-pikiran tersebut di atas kita tidak boleh terpaku pada pembedaan keadilan klasik. Artinya analisis keadilan dalam kontrak harus memadukan konsep kesamaan hak dalam pertukaran (prestasi – kontra prestasi) sebagaimana dipahami dalam konteks keadilan komutatif maupun konsep keadilan distributif sebagai landasan hubungan kontraktual. Memahami keadilan dalam kontrak tidak boleh membawa kita kepada sikap monistic (paham tunggal), namun lebih dari itu harus bersikap komprehensif. Dalam keadilan komutatif yang menjadi landasan hubungan antara person, termasuk kontrak, hendaknya tidak dipahami sebagai kesamaan semata karena pandangan ini akan membawa ketidakadilan ketika dihadapkan dengan ketidakseimbangan para pihak yang berkontrak. Dalam keadilan komutatif didalamnya terkandung pula makna distribusi-proporsional. Demikian pula dalam keadilan distributif yang dipolakan dalam hubungan negara dengan warga negara, konsep distribusi-proporsional yang terkandung didalamnya dapat ditarik ke perspektif hubungan kontraktual para pihak.

  • Jalan Keluar atas Masalah Ketimpangan Ekonomi
Jalan keluar untuk memecahkan persoalan perbedaan dan ketimpangan ekonomi dan sosial yang antara lain disebabkan oleh pasar adalah bahwa disamping menjamin kebebasan yang sama bagi semua, negara dituntut untuk mengambil langkah dan kebijaksanaan khusus tertentu yang secara khusus dimaksudkan untuk membantu memperbaiki keadaan sosial dan ekonomi kelompok yang secara objektif tidak beruntung bukan karena kesalahan mereka sendiri. Langkah atau kebijaksanaan khusus ini memang hanya dimaksudkan untuk kelompok yang memang atas kemampuan mereka sendiri tidak bisa memperbaiki kondisi sosial dan ekonomi mereka. Jadi jalan keluar yang diajukan atas ketimpangan ekonomi adalah dengan mengandalkan kombinasi mekanisme pasar dan kebijaksanaan selektif pemerintah yang khusus ditujukan untuk membantu kelompok yang secara objektif tidak mampu memanfaatkan peluang pasar secara maksimal. 

  • kesimpulan 
Jalan keluar yang kita ajukan atas ketimpangan ekonomi adalah dengan mengandalkan kombinasi mekanisme pasar dan kebijaksanaan selektif pemerintah yang khusus ditujukan untuk membantu kelompok yang secara objektif tidak mampu memanfaatkan peluang pasar secara maksimal. 

 
Sumber :  
Dr. Keraf, A. Sonny. Etika Bisnis: Tuntutan dan Relevansinya.
http://m31ly.wordpress.com/2009/11/13/6/

Rabu, 07 November 2012

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.

  • Syarat Bagi Tanggung Jawab Moral.
  1. Tanggung jawab mengandaikan bahwa suatu tindakan dilakukan dengan sadar. Tanggung jawab hanya bisa dituntut dari seorang kalau ia bertindak dengan sadar dan tau mengenai tindakannya itu serta konsekuensi dari tindakannya. Hanya kalau seseorang bertindak dengan sadar dan tau, baru relevan bagi kita untuk menunutut tanggung jawab dan pertanggungjawaban moral atas tindakannya itu.
  2. Tanggung jawab juga mendaikan adanya kebebasan pada tempat pertama. Artinya, tanggung jawab hanya mungkin relevan dan dituntut dari seseorang atas tindakannya, kalau tindakannya itu dilakukannya secara bebas.
  3. Tanggung jawab juga mensyaratkan bahwa orang yang melakukan tindakan tertentu memang mau melakukan tindakan itu. Ia sendiri mau dan bersedia melakukan tindakan itu. Syarat ini terutama relevan dalam kaitan dengan syarat kedua.
  • Status Perusahaan.
Menurut De George secara khusus membedakan dua macam mengenai status perusahaan.
  1. Pandangan Legal-creator, yang melihat perusahaan sebagai sepenuhnya ciptaan hukum, dan karena itu hanya berdasarkan hukum. Menurut pandangan ini, perusahaan diciptakan oleh negara dan tidak mungkin ada tanpa negara.
  2. Pandangan Legal-recognition, yang tidak memusatkan perhatian pada status legal perusahaan melainkan pada perusahaan sebagai suatu perusahaan sebagai suatu usaha bebas dan produktif. Menurut pandangan ini, perusahaan terbentuk oleh orang atau kelompok orang tertentu untuk melakukan kegiatan tertentu dengan cara tertentu secara bebas demi kepentingan orang atau orang-orang tadi. Dalam hal ini, perusahaan tidak dibentuk oleh negara.
  • Lingkup Tanggung Jawab Sosial.
  1. Keterlibatan perusahaan dalam kegiatan - kegiatan sosial yang berguna bagi kepentingan masyarakat luas.
  2. Perusahaan telah diuntungkan dengan mendapat hak untuk mengelola sumber daya alam yang ada dalam masyarakat tersebut dengan mendapatkan keuntungan bagi perusahaan tersebut.
  3. Dengan tanggung jawab sosial melalui berbagai kegiatan sosial, perusahaan memeperlihatkan komitmen moralnya untuk tidak melakukan kegiatan - kegiatan bisnis tertentu yang dapat merugikan kepentingan masyarakat luas.
  4. Dengan keterlibatan sosial, perusahaan tersebut menjalin hubungan sosial yang lebih baik dengan masyrakat dan dengan demikian perusahaan tersebut akan lebih diterima kehadirannya dalam masyarakat tersebut.
  • Argumen yang Menentang Perlunya Keterlibatan Sosial Perusahaan.
  1. Tujuan utama bisnis adalah mengejar keuntungan sebesar- besarnya.
  2. Tujuan yang terbagi - bagi  dan harapan yang membingungkan.
  3. Biaya keterlibatan sosial.
  4. Kurangnya tenaga terampil di bidang kegiatan sosial.
  • Argumen yang  Mendukung Perlunya Keterlibatan Sosial Perusahaan.
  1. Kebutuhan dan harapan masyarakat yang semakin berubah.
  2. Terbatasnya sumber daya alam.
  3. Lingkungan sosial yang lebih baik.
  4. Perimbangan tanggung jawab dan perusahaan.
  5. Bisnis mempunyai sumber - sumber daya yang berguna.
  6. Keuntungan jangka panjang.
sumber :
Dr. Keraf, A. Sonny. Etika Bisnis: Tuntutan dan Relevansinya.

Jumat, 02 November 2012

Etika Utilitarianisme dalam Bisnis

Utilitarianisme pertama kali dikembangkan oleh Jeremy Betham ( 1748 - 1832 ). Persoalan yang dihadapi oleh Bentham dan orang - orang sezamannya adalah bagaimana menilai baik buruknya suatu kebijaksanaan sosial politik, ekonomi, dan legal secara moral.
  • Kriteria dan Prinsip Etika Utilitarianisme.
Secara lebih konkret, dalam kerangka etika utilitarianisme kita dapat merumuskan tiga kriteria objektif yang dapat dijadikan dasar objektif sekaligus norma untuk menilai suatu kebijaksanaan atau tindakan.
  1. Manfaat , yaitu bahwa kebijaksanaan atau tindakan itu mendatangkan manfaat atau kegunaan tertentu. Jadi, kebijaksanaan atau tindakan yang baik adalah yang menghasilkan hal yang baik. Sebaliknya, kebijaksanaan atau tindakan yang tidak baik adalah yang mendatangkan kerugian tertentu.
  2. Manfaat terbesar , yaitu banhwa kebijaksanaan atau tindakan itu mendatangkan manfaat terbesar (atau dalam situasi tertentu lebih besar) dibandingkan dengan kabijaksanaan atau tindakan alternatif lainnya.
  3. Manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang. Jadi, suatu kebijaksanaan atau tindakan dinilai baik secara moral kalau tidak hanya mendatangkan manfaat bagi sebanyak mungkin orang.
Dengan demikian, kriteria yang sekaligus menjadi pegangan objektif etika utilitarisme adalah manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang.
  • Nilai Positif Etika Utilitarianisme.
  1. Rasionalitas, prinsip moral yang diajukan oleh etika utilitarianisme ini tidak didasarkan pada aturan-aturan kaku yang mungkin tidak kita pahami dan yang tidak bias kita persoalkan keabsahannya. 
  2.  Dalam kaitannya dengan itu, utilitarianisme sangant menghargai kebebasan setiap pelaku moral. Setiap orang dibiarkan bebas untuk mengambil keputusan dan bertindak dengan hanya memberinya ketiga criteria objektif dan rasional tadi.
  3. Universalitas, yaitu berbeda dengan etika teleologi lainnya yang terutama menekankan manfaat bagi diri sendiri atau kelompok sendiri, utilitarianisme justru mengutamakan manfaat atau akibat baik dari suatu tindakan bagi banyak orang. 
  • Utilitarianisme sebagai Proses dan Sebagai Standar penilaian.
  1. Etika Utilitarianisme dipakai untuk perencanaan,untuk mengatur sasaran dan target yang hendak dicapai.Artinya, kriteria etika utilitarianisme menjadi dasar utama dalam penyusunan program atau perencanaan,khususnya dari suatu kegiatan yang menyangkut kepentingan banyak orang.
  2. Etika utilitarianisme juga dipakai sebagai standar penilaian bagi tindakan atau kebijaksanaan yang telah dilakukan.

kesimpulan : Etika Utilitarianisme sebagai standar penilaian berfungsi sekaligus sebagai sasaran dari sebuah kebijaksanaan atau program yang ingin direvisi.


sumber :
Dr. Keraf, A. Sonny. Etika Bisnis: Tuntutan dan Relevansinya.

Minggu, 21 Oktober 2012

Kepentingan Etika dalam Bisnis


Mengapa etika bisnis dalam  perusahaan terasa sangat penting saat ini? Karena untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi,diperlukan suatu landasan yang kokoh.Biasanya dimulai dari perencanaan strategis , organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang andal serta etika perusahaan yangdilaksanakan secara konsisten dan konsekwen.

Haruslah diyakini bahwa pada dasarnya praktek etika perusahaan akan selalu menguntungkanerusahaan baik untuk jangka menengah maupun jangka panjang karena :

1. Akan dapat mengurangi biaya akibat dicegahnya kemungkinan terjadinya friksi baik intern perusahaan maupun dengan eksternal.

2.  Akan dapat meningkatkan motivasi pekerja.

3.  Akan melindungi prinsip kebebasan ber-niaga

4.  Akan meningkatkan keunggulan bersaing.

Tindakan yang tidak etis, bagi perusahaan akan memancing tindakan balasan dari konsumen dan masyarakat dan akan sangat kontra produktif,misalnya melalui gerakan pemboikotan, larangan beredar, larangan beroperasi. Hal ini akan dapat menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan.Sedangkan perusahaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika pada umumnya perusahaan yang memiliki peringkat kepuasan bekerja yang tinggi pula, terutama apabila perusahaan tidak mentolerir tindakan yany tidaketis misalnya diskriminasi dalam sistem remunerasi atau jenjang karier.Karyawan yang berkualitas adalah aset yang paling. berharga bagiperusahaan oleh karena itu semaksimal mungkin harus tetap dipertahankan.

Memang benar. Kita tidak bisa berasumsi bahwa pasar atau dunia bisnis dipenuhioleh orang-orang jujur, berhati mulia, dan bebas dari akal bulus sertakecurangan/manipulasi. Tetapi sungguh, tidak ada gunanya berbisnisdengan mengabaikan etika dan aspek spiritual. Biarlah pemerintahmelakukan pengawasan, biarlah masyarakat memberikan penilaian, dan sistem pasar (dan sistem Tuhan tentunya) akan bekerja dengan sendirinya.


TANGGUNG JAWAB SOSIAL BISNIS

Saat ini perusahaan dihadapkan padaparadigma yang relatif masih baru di Indonesia, yaitu paradigma yangmelihat antara pihak perusahaan dan masyarakat bukanlah dua pihak yangberbeda dan bertolak belakang, namun merupakan bagian yang takterpisahkan.

Fakta masyarakat ada realita kontradiktif, dimanadi satu pihak ada perusahaan besar yang aktivitas usahanya banyakdiwarnai dengan konflik sosial, tetapi di sisi lain ada perusahaanbesar yang berkinerja baik tanpa harus mengalami konflik sosial.Kondisi yang demikian diduga sangat dipengaruhi oleh derajat perilakuetis perusahaan, yang diwujudkannya melalui kadar tanggung jawab sosialperusahaan.

Perusahaan sebagai sebuah sistem, dalam keberlanjutan dan keseimbangannya tidak bisa berdiri sendiri.Perusahaan memerlukan kemitraan yang saling timbal balik denganinstitusi lain. Perusahaan selain mengejar keuntungan ekonomi untuk kesejahteraan dirinya, juga memerlukan alam untuk sumber daya olahannya dan stakeholders lain untuk mencapai tujuannya. Dengan menggunakan pendekatan tanggung jawab sosial perusahaan, perusahaan tidak hanya mendapatkan keuntungan ekonomi, tetapi juga keuntungan secara sosial. Dengan demikian keberlangsungan usaha tersebut dapat berlangsung denganbaik dan secara tidak langsung akan mencegah konflik yang merugikan.

Etika dalam berbisnis adalah mutlak dilakukan. Maju mundurnya bisnis yang dijalankan adalah tergantung dari pelaku bisnis itu sendiri. Apa yang dia perbuat dengan konsekuensi apa yang akan dia peroleh sudah sangat jelas.

Pebisnis yang menjunjung tinggi nilai etika akan mendapat point reward terhadap apa yang telah dia lakukan. Kemajuan perusahaan, kepercayaan pelanggan, profit yang terus meningkat, pangsa pasar terus meluas, merupakan dambaan bagi setiap pebisnis dan ini akan diperoleh dengan menjungjung tinggi nilai etika.

Sebaliknya,pelanggaran etika yang sedikit saja bias menyebabkan kondisi berbalik 180 derajat dalam waktu sekejap. Kehilangan pelanggan, defisit keuangan sampai ditutupnya perusahaan dengan jumlah utang serta kerugian yang menggunung merupakan punishment dari pelanggaran etika.

Terakhir,kita sebagai akademisi yang merupakan calon dari pebisnis, baik itu yang menjalankan bisnis pribadi ataupun yang menjalankan bisnis oranglain tinggal menentukan pilihan apakah bisnis dengan etika atau bisnis tanpa etika.


sumber :
http://www.gudono.com/apps/forums/topics/show/3251070

Riki Tri Lestari
MMUGM - Kelas AP15A - Jkt

Prinsip dalam Etika Bisnis

Berikut ini adalah 10 Prinsip di dalam menerapkan Etika Bisnis yang positif :


1. Etika Bisnis itu dibangun berdasarkan etika pribadi.

Tidak ada perbedaan yang tegas antara etika bisnis dengan etika pribadi. Kita dapat merumuskan etika bisnis berdasarkan moralitas dan nilai-nilai yang kita yakini sebagai kebenaran.

2. Etika Bisnis itu berdasarkan pada fairness.

Apakah kedua pihak yang melakukan negosiasi telah bertindak dengan jujur? Apakah setiap konsumen diperlakukan dengan adil? Apakah setiap karyawan diberi kesempatan yang sama? Jika ya, maka etika bisnis telah diterapkan.

3. Etika Bisnis itu membutuhkan integritas.

Integritas merujuk pada keutuhan pribadi,kepercayaan dan konsistensi. Bisnis yang etis memperlakukan orang dengan hormat, jujur dan berintegritas. Mereka menepati janji dan melaksanakan komitmen.

4. Etika Bisnis itumembutuhkan kejujuran.

Bukan jamannya lagi bagi perusahaan untuk mengelabuhi pihak lain dan menyembunyikan cacat produk. Jaman sekarang adalah era kejujuran. Pengusaha harus jujur mengakui keterbatasan yang dimiliki oleh produknya.

5. Etika Bisnis itu harus dapat dipercayai.

Jika perusahaan Anda terbilang baru, sedang tergoncang atau mengalami kerugian, maka secara etis Anda harus mengatakan dengan terbuka kepada klien atau stake-holder Anda.

6. Etika Bisnis itu membutuhkan perencanaan bisnis.

Sebuah perusahaan yang beretika dibangun di atas realitas sekarang, visi atas masa depan dan perannya di dalam lingkungan. Etika bisnis tidak hidup di dalam ruang hampa.

Semakin jelas rencana sebuah perusahaan tentang pertumbuhan, stabilitas, keuntungan dan pelayanan, maka semakin kuat komitmen perusahaan tersebut terhadap praktik bisnis.

7. Etika Bisnis itu diterapkan secara internal dan eksternal.

Bisnis yang beretika memperlakukan setiap konsumen dan karyawannya dengan bermartabat dan adil. Etika juga diterapkan di dalam ruang rapat direksi, ruang negosiasi, di dalam menepati janji, dalam memenuhi kewajiban terhadap karyawan, buruh, pemasok, pemodal dll. Singkatnya, ruang lingkup etika bisnis itu universal.

8. Etika Bisnis itu membutuhkan keuntungan.

Bisnis yang beretika adalah bisnis yang dikelola dengan baik, memiliki sistem kendali internal dan bertumbuh. Etika adalah berkenaan dengan bagaimana kita hidup pada saat ini dan mempersiapkan diri untuk masa depan. Bisnis yang tidak punya rencana untuk menghasilkan keuntungan bukanlah perusahaan yang beretika.

9. Etika Bisnis itu berdasarkan nilai.

Perusahaan yang beretika harus merumuskan standar nilai secara tertulis. Rumusan ini bersifat spesifik, tetapi berlaku secara umum. Etika menyangkut norma, nilai dan harapan yang ideal. Meski begitu, perumusannya harus jelas dan dapat dilaksanakan dalam pekerjaan sehari-hari.

10. Etika Bisnis itu dimulai dari pimpinan.

Ada pepatah, “Pembusukan ikan dimulai dari kepalanya.” Kepemimpinan sangat berpengaruh terhadap corak lembaga. Perilaku seorang pemimpin yang beretika akan menjadi teladan bagi anak buahnya.

Di dalam persaingan dunia usaha yang sangat ketat ini, etika bisnis merupakan sebuah harga yang tidak dapat ditawar lagi. Seorang konsumen yang tidakpuas, rata-rata akan mengeluh kepada 16 orang di sekitarnya.

Dalam zaman informasi seperti ini, baik-buruknya sebuah dunia usaha dapat tersebar dengan cepat dan massif. Memperlakukan karyawan, konsumen, pemasok, pemodal dan masyarakat umum secara etis, adil dan jujur adalah satu-satunya cara supaya kita dapat bertahan di dalam dunia bisnis sekarang.


sumber : http://www.gudono.com/apps/forums/topics/show/3251070 

Kesimpulan : 
Dalam ber etika dalam bisnis dibutuhkan juga prinsip etika bisnis agar dapat  mencapai tujuan dengan baik dan etis .



Bentuk - Bentuk Badan Usaha

BENTUK-BENTUK BADAN USAHA

Usaha bisnis dapat dilaksanakan dalam berbagai bentuk. Di Indonesia kita mengenal 3 macam bentuk baan yaitu :
1. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
2. Badan Usaha Milik Swasta
3. Koperasi
Pembagian atas tiga bentuk Badan Usaha tersebut bersumber dari Undang – Undang 1945 khususnya pasal 33. Dalam pasal tersebut terutang adanya Konsep Demokrasi Ekonomi bagi perekonomian Negara. Di mana dalam Konsep Demokrasi Ekonomi ini terdapat adanya kebebasan berusaha bagi seluruh warga negaranya dengan batas – batas tertentu. Hal ini berati bahwa segenap warga negara Republik Indonesia diberikan kebebasan dalam menjalankan untuk kegiatan bisnisnya. Hanya saja kebebasan itu tidaklah tak ada batasnya, akan tetapi kebebasan tersebut ada batasanya.
Adapun batas – batas tertentu itu meliputi dua macam jenis usaha, dimana tehadap kedua jenis usaha ini pihak swasta dibatasi gerak usahanya. Kedua jenis usaha itu adalah :
a. Jenis – jenis usaha yang VITAL yaitu usaha – usaha yang memiliki peranan yang
sangat penting bagi perekonomian negara. Misalnya saja : minyak dan gas bumi, baja,
hasil pertambngan, dan sebgainya.
b. Jenis – jenis usaha yang menguasai hajat hidup orang banyak. Misalnya saja : usaha
perlistrikan, air minum. Kereta api, pos dan telekomunikasi dan sebagainya.
Terhadap kedua jenis usaha tersebut pengusahaannya dibatasi yaitu bahwa usaha – usaha ini hanya boleh dikelola Negara.

1. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
BUMN adalah semua perusahaan dalam bentuk apapun dan bergerak dalam bidang usaha apapun yang sebagian atau seluruh modalnya merupakan kekayaan Negara, kecuali jika ditentukan lain berdasarkan Undang-undang.
BUMN adalah bentuk bentuk badan hukum yang tunduk pada segala macam hukum di Indonesia. Karena perusahaan ini milik negara, maka tujuan utamanya adalahvmembanguun ekonomi sosial menuju beberapa bentuk perusahaan pemerintah, baik pusat maupun daerah.
Ciri-ciri utama BUMN adalah :
• Tujuan utama usahanya adalah melayani kepentingan umum sekaligus mencari keuntungan.
• Berstatus badan hukum dan diatur berdasarkan Undang-undang.
• Pada umumnya bergerak pada bidang jasa-jasa vital.
• Mempunyai nama dan kekayaan serta bebas bergerak untuk mengikat suatu perjanjian, kontrak serta hubungan-hubungan dengan pihak lainnya.
• Dapat dituntut dan menuntut, sesuai dengan ayat dan pasal dalam hukum perdata.
• Seluruh atau sebagian modal milik negara serta dapat memperoleh dana dari pinjaman dalam dan luar negeri atau dari masyarakat dalam bentuk obligasi.
• Setiap tahun perusahaan menyusun laporan tahunan yang memuat neraca dan laporan rugi laba untuk disampaikan kepada yang berkepentingan.
BUMN digolongkan menjadi 3 jenis yaitu :
a. Perusahaan Jawatan (Perjan)
Perusahaan ini bertujuan pelayanan kepada masyarakat dan bukan semata-mata mencari keuntungan.
b. Perusahaan Umum (Perum)
Perusahan ini seluruh modalnya diperoleh dari negara. Perum bertujuan untuk melayani masyarakat dan mencari keuntungan
c. Perusahaan Perseroan (Persero)
Perusahaan ini modalnya terdiri atas saham-saham. Sebagian sahamnya dimiliki oleh negara dan sebagian lagi dimilik oleh pihak swasta dan luar negeri.

2. Badan Usaha Milik Swasta

Bentuk badan usaha ini adalah badan usaha yang pemiliknya sepenuhnya berada ditangan individu atau swasta. Yang bertujuan untuk mencari keuntungan sehingga ukuran keberhasilannyajuga dari banyaknyakeuntungan yang diperoleh dari hasil usahanya. Perusahaan ini sebenarnya tidakalah selalu bermotif mencari keuntungan semata tetapi ada juga yang tidak bermotif mencari keuntungan. Contoh : perusahan swasta yang bermotif nir-laba yaitu Rumah Sakit, Sekolahan, Akademik, dll.
Bentuk badan usaha ini dapat dibagi kedalam beberapa macam :
a. Perseorangan
Bentuk ini merupakan bentuk yang pertama kali muncul di bidang bisnis yang paling sederhana, dimana dalam hal ini tidak terdapat pembedaan pemilikan antara hal milik pribadi dengan milik perusahaan. Harta benda yang merupakan kekayaan pribadi sekaligus juga merupakan kekayaan perusahaan yang setiap saat harus menanggung utang – utang dari perusahaan itu.
Bentuk badan usaha semacam ini pada umumnya terjadi pada perusahaan – perusahaan kecil, misalnya bengkel kecil, toko pengecer kecil, kerajinan, serta jasa dll.
Keuntungan – keuntungan dari bentuk Perseorangan ini adalah :
- Penguasaan sepenuhnya terhadap keuntungan yang diperoleh.
- Motivasi usaha yang tinggi.
- Penanganan aspek hukum yang minimal.
Kekurangan – kekurangan dari bentuk Perseorangan ini adalah :
- Mengandung tanggung jawab keuangan tak terbatas
- Keterbatasan kemampuan keuangan.
- Keterbatasan manajerial.
- Kontinuitas kerja karyawan terbatas
b. Firma
Bentuk ini merupakan perserikatan atau kongsi ataupun persatuan dari beberapa pengusaha swasta menjadi satu kesatuan usaha bersama. Perusahaan ini dimiliki oleh beberapa orang dan pimpin atau dikelola oleh beberapa orang pula.
Tujuan perserikatan ini adalahuntuk menjadikan usahanya menjadi lebih besar dan lebih kuat dalam permodalannya.
Bentuk ini memiliki kelebihan dan kekurangan yang sama dengan bentuk Perseorangan, akan tetapi karena Firma ini adalah gabungan dari beberapa usaha perseorangan maka kontinuitas akan lebih lama, kemampuan permodalannya akan lebih menjadi besar. Akan tetapi tidak jarang dengan bergabungnya dua orang pengusaha itu justru mengakibatkan perselisihan yang kadang – kadang usahanya menjadi tak terkontrol dengan baik karena sering terjadi konflik antar keduanya.
c. Perserikatan Komanditer (CV)
Bentuk ini banyak dilakukan untuk mempertahankan kebaikan – kebaikan dari bentuk perseorangan yang memberikan kebebasan dan penguasaan penuh bagi pemiliknya atas keuntungan yang diperoleh oleh perusahan. Disamping itu untuk menghilangkan atau mengurangi kejelekan dalam hal keterbatasan modal yang dimilikinya maka diadakanlah penyertaan modal dari para anggota yang tidak ikut aktif mengelola bisnisnya, yang hanya menyertakaan modalnya saja dalam bisnis itu.
Bentuk ini memiliki dua macam anggota yaitu :
- Anggota aktif (Komanditer Aktif) adalah anggota yang aktif menjalankan usaha bisnisnya dan menanggung segala utang-utang perusahaan.
- Anggota tidak aktif (Komanditer Diam) adalah anggota yang hanya menyertakan modalnya saja. Maka dari itu kertabatas modal perusahaan dapat dihindarkan, sehingga perusahaan akan dapat mencari dan mendapatkan modal yang lebih besar untuk keperluan bisnisnya. Hal ini merupakan salah satu kebaikan dari bentuk Perserikatan Komanditer, dibandingkan dengan bentuk – bentuk lain yang sudah dibicarakan diatas.
d. Perseroan Terbartas (PT)
Perseroan Terbatas merupakan bentuk yang banyak dipilih, terutama untuk bisnis – bisnis yang besar. Bentuk ini memberikan kesempatan kepada masyarakat luas untuk menyertakan modalnya kedalam bisnis tersebut dengan cara membeli saham yang dikeluarkan oleh Perusahaan itu. Dengan membeli saham suatu perusahaan masyarakat akan menjadi ikut serta memiliki perusahaan itu atau dengan kata lain mereka menjadi Pemilik Perusahaan tersebut. Atas pemilikan saham itu maka mereka para pemegng saham itu lalu berhak memperoleh pembagian laba atau Deviden dari perusahaan tersebut. Para pemegang saham itu mempunyai tanggung jawab yang terbatas pada modal yang disertakan itu saja dan tidak ikut menanggunng utang – utang yang dilakukan oleh perusahaan.
Perseroan Terbatas ini akan menjadi suatu Badan Hukum tersendiri yang berhak melakukan tindakan – tindakan bisnis terlepas dari pemegang saham. Bentuk ini berbeda dengan bentuk yang terdahulu yang memiliki tanggung jawab tak terbatas bagi para pemiliknya, yang artinya para pemilik akan menanggung seluruh utang yang dilakukan oleh perusahaan. Berarti apabila kekayaan perusahaan maka kekayaan pribadi dari para pemiliknya ikut menanggung utang tersebut. Dengan semacam itu tanggung jawab renteng. Lain halnya dengan bentuk PT dimana dalam bentuk ini tanggung jawab pemilik atau pemegang saham adalah terbatas, yaitu sebatas modal yang disetorkannya. Kekayaan pribadi pemilik tidak ikut menanggung utang – utang perusahaan. Oleh karena itu bentuk ini disebut Perseroan Terbatas (Naamlose Venootschaap/NV).
Kelebihan-kelebihan bentuk ini adalah :
- Memiliki masa hidup yang terbatas.
- Pemisahan kekayaan dan utang – utang pemilik dengan kekayaan dan utang-utang perusahaan.
- Kemampuan memperoleh modal yang sangat luas.
- Penggunaan manajer yang profesional.
e. Yayasan
Yayasan adalah bentuk organisasi wasta yang didirikan untuk tujuan sosial kemasyarakatanyang tidak berorientasipada keuntungan. Misalnya Yayasan Panti Asuhan, Yayasan yang mengelola Sekolahan Swasta, Yayasan Penderita Anak Cacat dll.

3. Koperasi
Koperasi adalah usaha bersama yang memiliki organisasi berdasarkan atas azaz kekeluargaan . Koperasi bertujuan untuk menyejahterahkan anggotanya. Dilihat dari lingkunganyya koperasi dabat dibagi menjadi:
1. Koperasi Sekolah
2. Koperasi Pegawai Republik Indonesia
3. KUD
4. Koperasi Konsumsi
5. Koperasi Simpan Pinjam
6. Koperasi Produksi
Prinsip koperasi :
- Keanggotaan bersifat suka rela
- Pengelolaan bersifat demokratis
• Lembaga Keuangan
Dalam dunia keuangan bertindak selaku lembaga yang menyediakan jasa keuangan bagi nasabahnya, dimana pada umumnya lembaga ini diatur oleh regulasi keuangan dari pemerintah. Bentuk umum dari lembaga keuangan ini adalah termasuk perbankan, building society (sejenis koperasi di Inggris) , Credit Union, pialang saham, aset manajemen, modal ventura, koperasi, asuransi, dana pensiun, dan bisnis serupa lainnya.
Di Indonesia lembaga keuangan ini dibagi kedalam 2 kelompok yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank (asuransi, pegadaian, perusahaan sekuritas, lembaga pembiayaan, dll).
• Bentuk Kerjasama (Gabungan/Ekspansi)
- Bentuk Penggabungan Perusahaan
Lingkungan Perusahaan yaitu seluruh faktor-faktor yang ada diluar Perusahaan yang dapat menimbulkan peluang yang lebih atau ancaman terhadap perusahaan tersebut
Bentuk-bentuk Penggabungan:
> Trust
> Kartel
> Merger
> Holding company
> Concern
> Corner dan ring
> Syndicat
> Joint venture
> Production sharing
> Waralaba ( franchise )
- Bentuk Pengkhususan Perusahaan
Ada 4 bentuk yaitu :
1. Spesialisasi
2. Trust/Kartel
3. Holding Company
4. Joint Venture
- Pengkonsentrasian Perusahaan
1. Trust
Trust merupakan suatu bentuk penggabungan / kerjasama perusahaan secara horisontal untuk membatasi persaingan, maupun rasionalisasi dalam bidang produksi dan penjualan. Perusahaan-perusahaan yang ingin melakukan trust menyerahkan saham-sahamnya kepada Trustee (orang kepercayaan) untuk menerbitkan sertifikat sahamnya.
2. Holding Company
Holding Company / Perusahaan Induk yaitu perusahaan yang berbentuk Corporation yang menguasai sebagian besar saham dari beberapa perusahaan lain. Dalam hal ini status perusahaan lain akan menjadi perusahaan anak dan kebijakan perusahaan anak akan ditentukan oleh Holding (Induk). Holding Company bisa terbentuk karena terjadinya penggabungan secara vertikal maupun horisontal. Contoh Astra International, PT. Dharma Inti Utama.
3. Kartel
Kartel adalah bentuk kerjasama perusahaan-perusahaan dengan produksi barang dan jasa sejenis yang didasarkan perjanjian bersama untuk mengurangi persaingan.
Kartel dibagi dalam beberapa bentuk :
4. Sindikasi
Adalah bentuk perjanjian kerjasama antara beberapa orang untuk melaksanakan suatu proyek. Sindikasi juga dapat melakukan perjanjian sindikasi untuk memusatkan penjualan pada satu lokasi tertentu, disebut sindikasi penjualan. Ada juga sindikasi perbankan (beberapa bank bersindikasi untuk membiayai suatu proyek yang besar)
5. Concern
Concern adalah suatu bentuk penggabungan yang dilakukan baik secara horisontal maupun vertikal dari sekumpulan perusahaan Holding. Concern dapat muncul sebagai akibat dari satu perusahaan yang melakukan perluasan usaha secara horisontal ataupun vertikal melalui pendirian perusahaan baru.
Dengan concern, penarikan dana untuk anak perusahaan dapat dilakukan melalui induk perusahaan yang kedudukannya di pasar modal lebih kuat dibandingkan bila anak perusahaan beroperasi sendiri-sendiri di pasar modal.
6. Joint Venture
Merupakan perusahaan baru yang didirikan atas dasar kerjasama antara beberapa perusahaan yang berdiri sendiri.
Tujuan utama pembentukan perusahaan joint venture ini adalah untuk memenuhi kebutuhan komunikasi selular bagi segmen yang sering bepergian untuk menikmati layanan yang friendly (ramah) dan biaya yang efisien, dimana pelanggan akan merasakan layanan di luar negeri seperti layanan selular di negara sendiri. Aktivitas pokok Bridge adalah mengembangkan suatu proses koordinasi regional dimana seluruh pelanggan dapat menikmati layanan selular regional yang ditawarkan oleh salah satu operator yang masuk dalam grup Bridge.
7. Trade Association
yaitu persekutuan beberapa perusahaan dari suatu cabang perusahaan yang sama dengan tujuan memajukan para anggotanya dan bukan mencari laba.
Contoh: APKI (Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia, ASIRI (Asosiasi Industri Rekaman Indonesia)
8. Gentlement’s Agreement
Persetujuan beberapa produsen dalam daerah penjualan dengan maksud mengurangi persaingan diantara mereka.
- Cara-Cara Penggabungan / Penyatuan Usaha
1. Consolidation / Konsolidasi
adalah penggabungan beberapa perusahaan yang semula berdiri sendiri-sendiri menjadi satu perusahaan baru dan perusahaan lama ditutup
2. Merger
Dengan melakukan merger, suatu perusahaan mengambil alih satu atau beberapa PT lainnya. PT yang diambil alih tersebut dibubarkan dan modalnya menjadi modal PT yang mengambil alih. Para pemegang saham PT yang dibubarkan menjadi pemegang saham PT yang mengambil alih.
3. Aliansi Strategi
adalah kerja sama antara dua atau lebih perusahaan dalam rangka menyatukan keunggulan yang mereka miliki untuk menghadapi tantangan pasar dengan catatan kedua perusahaan tetap berdiri sendiri-sendiri.
Contoh ; PT. A yang bergerak dalam bidang properti melakukan aliansi strategi dengan PT. B yang mempunyai keunggulan dalam peralatan untuk membangun konstruksi.Telkomsel melakukan aliansi strategis dengan enam operator selular di Asia Pasifik telah menandatangi kesepakatan pembentukan perusahaan joint venture yang dinamakan Bridge Mobile Alliance (Bridge).
4. Akuisisi
adalah pengambilalihan sebagian saham perusahaan oleh perusahaan lain dan perusahaan yang mengambil alih menjadi holding sedangkan perusahaan yang diambil alih menjadi anak perusahaan dan tetap beroperasi seperti sendiri tanpa penggantian nama dan kegiatan.
Akuisisi sering digunakan untuk menjaga ketersediaan pasokan bahan baku atau jaminan produk akan diserap oleh pasar. Contoh : Aqua diakuisisi oleh Danone, Pizza Hut oleh Coca-Cola, dan lain-lain.


sumber : http://iqbalhawari.wordpress.com/2012/01/24/bentuk-bentuk-badan-usaha/